Rabu, 16 Juli 2008

TEBAR PESONA, "Dialog Dengan Chaidir "

Dalam kampanye memperebutkan jabatan publik, setiap kandidat memang perlu tebar pesona yang sebenarnya merupakan bagian komunikasi politik, dan itu perlu. Tanpa tebar pesona, program yang menarik sekalipun yang ditawarkan sang calon pemangku jabatan publik praktis tidak dipedulikan pemilih.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (pilpres) terlalu diwarnai oleh pentingnya popularitas. Masa kampanye merupakan ajang kontes popularitas. Semakin pandai seorang politisi "menjual" dirinya dan semakin tinggi frekuensi kehadiran iklan maupun exposure dirinya, pemilih cenderung semakin merapat dalam barisannya.
Soal program kerja bukan prioritas utama, mengingat sang kandidat belum tentu terpilih. Jika akhirnya terpilih, tidak ada yang perlu dirisaukan mengingat mayoritas rakyat negeri ini sudah terjangkit amnesia sosial.
Karena masa kampanye tebar pesona itu sangat penting, maka calon kepala daerah atau calon presiden harus mampu berperan layaknya selebritas. Di depan televisi dia harus mampu mengobral senyum, bahasa tubuh harus selaras dengan tutur kata, dan yang tak kalah penting adalah memiliki istri yang charming sebagai pendamping. Sang istri harus mampu mengesankan diri sebagai wanita yang oleh Dolly Parton dilukiskan sebagai Stand by Your Man.
Dalam bahasa public relations (PR), masa kampanye merupakan masa pencitraan diri. Image dibangun saat kampanye, sementara reputasi dibentuk saat yang bersangkutan menjalankan program kerja setelah menjabat. Dengan demikian, masa kampanye dan masa memangku jabatan tidak boleh disamakan.
Setelah terpilih dan menjalankan kewajiban sebagai pemimpin, prioritas utama adalah bekerja, bekerja, dan sekali lagi bekerja. Pada saat ini, citra justru harus dibentuk melalui prestasi kerja dan bukan melalui kegiatan yang terlalu sarat nuansa PR.
Jika dikatakan bahwa bekerja tanpa tebar pesona ibarat sayur tanpa garam, harus dipastikan bahwa garamnya tidak over dosis. Jika garam berlebihan, maka sayur akan dibuang karena orang khawatir diserang darah tinggi.
Jika orang disuruh memilih, mana yang lebih baik antara tebar kerja dengan tebar pesona, tentu orang cenderung memilih yang pertama. Pejabat publik adalah public figure, mereka tidak perlu bertindak seperti selebritas.
Tempat selebritas adalah infotainment, sementara tempat pejabat adalah edutainment. Artinya, rakyat perlu dicerdaskan melalui kehadiran pemimpin yang mampu membangun empati masyarakat terhadap pentingnya peranserta mereka dalam membangun negara.***
Dari : Asmari Rahman, Pekanbaru, Riau, 16 Jun 2008, 16.33.3 WIB

Tanggapan dari drh. Chaidir, MM untuk Asmari Rahman
Saya sependapat dengan Pak Asmari Rahman. Pejabat seharusnya tidak tergila-gila dengan acara-acara seremonial. Di samping hanya bernuansa tebar pesona dan tidak ada dampaknya langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, juga akan menghabiskan anggaran pemerintah yang dananya berasal dari uang rakyat.
Setuju dgn Pak Asmari.
Salam
CH